Tuesday, February 4, 2014

KITA BENTO DALAM PENDIDIKAN


Saat ini keadaan politik kita sudah gamblang di mata masyarakat. Yaitu politik yang tak dapat memberi teladan dan tak mempunyai rasa amanah yang tinggi. Dan rasa kejengkelan masyarakat yang memuncak pun sudah tak bisa dijadikan sebagai obat.
Para mahasiswa, profesor, ataupun yang lebih tinggi posisinya, sudah banyak yang menuliskan  isi hati mereka di berbagai media masa. Saking banyaknya, tulisan-tulisan tersebut memicu kalangan lain untuk menyampaikan uneg-unegnya.
Di negara tercinta kita, Indonesia, mempunyai semboyan yang sangat ‘adil’ dan ‘bijaksana’. Sejak usia sekolah dasar kita sudah di perkenalkan oleh guru kita. Itulah semboyan yang disebut dengan BhinekaTungal Ika, yang mempunyai arti, walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

***

Seperti penjelasan yang telah di uraikan penulis diatas. Bahwa negara kita ini mempunyai semboyan yang —secara tidak langsung— menunjukan kalau negara ini terdiri dari berbagai bentuk manusia, suku, agama, ras, etnis dan lain sebagainya.
Dan disini penulis merupakan kalangan yang mengaku ‘diangggap’ banyak orang—kalangan menengah ke bawah. Berkeinginan untuk memberi sedikit pepeling kepada segenap pembaca yang budiman.
Kalau melihat keadaan sebuah bentuk kenegaraan kita rasanya tidak pas dengan bentuk semboyan dan dasar negara yang sudah ada. Hal ini perlu diketahui penyebabnya. Apakah karena sistem pendidikannya atau orang yang di didik?

PAKAI SISTEM PESANTREN

Kalau melihat sejarah yang sudah terukir. Sistem pendidikan pertama kali di Indonesia adalah sistem pendidikan pesantren, yang telah dirintis oleh Sunan Ampel Raden Rohmatullah, pesantren Ampel Denta. Semakin berjalannya waktu banyak santri-santri yang telah lulus, lalu mereka kembali ke rumah masing-masing dan membangun sebuah pesantren. Mulai dari situlah sistem pendidikan pesantren mulai menyebar ke berbagai pelosok daerah. Dan akhirnya banyak pesantren yang bertebaran di Nusantara.
Tapi keadaan berkata lain. Meskipun sudah banyak pesantren yang berdiri, sistem pendidikan pesantren malah tergerus dengan sistem pendidikan barat yang di jadikan sebagai peraturan negara.
Coba kita alihkan perhatian kita sebentar terhadap sistem pendidikan saat ini. Sebuah sistem atau program yang telah membius banyak orang untuk terus mengikuti langkahnya. Tapi hal itu banyak menyebabkan jalan pikiran masyarakat buntu.
Sistem pendidikan yang sudah menjamur dalam masyarakat kita, atau yang sering disebut dengan pendidikan formal, perlu di pelajari ulang tentang sistem kerjanya. Karena dari berbagai lembaga pendidikan sudah ada yang menjadikannya sebagai lahan bisnis, belajar mengajar hanya sebagai cover depan lembaga tersebut. Dari penyebab itulah banyak dari kalangan masyarakat yang nggersulo untuk menyerahkan anaknya ke sekolah ataupun sebuah universitas.
Kalau keadaan pendidikan di negara ini terus di bayang-bayangi dengan hal-hal seperti diatas, maka dengan sebentar kita akan menemui sebuah kerusakan. Karena kita akan di pimpin oleh orang-orang matrealistis. Tak mempunyai rasa sayang terhadap sesama.
Selain itu, banyak orang yang menjalani pendidikan formal hanya karena sebuah gelar, pangkat atau ijazah. Tak banyak yang menjalaninya dengan keikhlasan hati untuk mendapatkan ilmu. Kejadian inilah yang membentuk masyarakat di negara ini menjadi pintar secara ’nyata’ tetapi, dalam kesehariannya seperti sapi yang menarik gerobak tak mengetahui isinya.

***

Sebaiknya kita perlu menengok sebentar sebuah sistem pendidikan yang telah sedikit disinggung penulis tadi. Yaitu sistem pendidikan yang pertama kali dirintis oleh Raden Rohmatullah.
Dalam dunia pesantren tak ada yang namanya ijazah atau pangkat. Sebutan kyai terhadap seseorang tidaklah pemberian dari pesantren. Nama atau gelar kyai yang memberikan adalah masyarakat sendiri. Tak ada lulusan pesantren, langsung membawa pulang gelar kyai. Karena banyak dari lulusan pesantren yang tidak menjadi kyai. Tapi ada yang menjadi pengusaha, penulis ataupun yang lainnya.
Jadi kita sudah mengerti, bahwa sistem pendidikan di negara kita perlu di rehab. Karena pendidikan merupakan hal yang sangat vital untuk masa depan sebuah negara. Dengan pendidikanlah SDM kita akan menjadi lebih baik.

AKHLAQ BAGI PELAJAR

Satu hal lagi yang perlu untuk di perhatikan. Yaitu tatakrama yang harus di jalankan didalam kegiatan belajar mengajar ataupun diluarnya. Hal ini sangat penting, karena apabila tak ada rasa hormat terhadap guru dalam belajar mengajar, maka hati seorang  guru akan tersakiti.
Dalam sebuah kitab, Ta’limul Muta’allim karya Syekh Ibrahim bin Ismail, menjelaskan kalau seorang murid telah menyakiti seorang guru, maka dia tidak akan mendapatkan barokah dan manfaat ilmu kecuali sangat dan sangat sedikit.
Pemerintah dan masyarakat pun harus jeli dalam memahami HAM. Sebatas mana HAM berlaku. Di rumah, sekolah atau yang lainnya itu harus ada batasan tertentu. Jangan asal menuding orang melanggar HAM. Kalau benar jangan di salahkan, begitupun sebaliknya.
Walhasil, semua aspek kehidupan di negara ini perlu di perhatikan dengan teliti. Terutama dalam masalah pendidikan dan akhlaq yang karimah.
Wallahu A’lamu Bisshowab.