Showing posts with label pesantren. Show all posts
Showing posts with label pesantren. Show all posts

Wednesday, October 4, 2017

Jangan Mudah Terhipnotis Kehebatan Seseorang!

Kebanyakan awam lebih terpukau pada keajaiban dan kejadian luar biasa yang dialami seseorang. Dengan serta-merta mereka lantas menganggap orang itu suci dan waliyyun min auliya’illah tanpa memperhatikan lagi apakah orang tersebut istiqamah menjalankan syari’at atau tidak, teguh beriman atau tidak.
Bagi ahli hakikat, keajaiban atau kejadian luar biasa tidaklah ada artinya karena bagi mereka keramat yang sesungguhnya adalah manakala seseorang mampu beristiqamah, beriman secara benar dan lurus kepada Allah Ta’ala serta ber-ittiba’ (mengikuti ajaran) kepada baginda Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam baik lahir maupun batin.
Karena itulah Abu Yazid al-Busthami pernah berkata, “Bila seseorang mampu menggelar sajadah shalatnya di atas air dan mampu duduk bersila di udara, janganlah sesekali kalian tertipu olehnya sehingga kalian jumpai bagaimana orang tersebut menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah.”
Seseorang lalu berkata kepada Abu Yazid, “Sesungguhnya si Fulan mampu berjalan satu malam menuju Mekah.”
Abu Yazid menjawab, “Setan bahkan mampu berjalan dari ujung timur ke ujung barat dalam sekejap.”
Seseorang kembali berkata kepada Abu Yazid, “Sesungguhnya si Fulan mampu berjalan di atas air.”
Abu Yazid kembali menjawab, “Ikan-ikan di air dan burung-burung di udara jauh lebih mengherankan daripada hal itu.”
Bersungguh-sungguh menjalankan syariat serta bermesraan dengan tariqat dan hakikat merupakan amal yang paling utama. Konsisten dalam akidah yang lurus, melanggengkan diri bergumul dengan ilmu yang bermanfaat, beramal shalih, ikhlas dan khudhur kepada Allah, dan berpaling dari selain Allah, inilah hakikat dari istiqamah, yang dengannya lebih baik daripada seribu karamah!

Source: Ismuq.com

Baca selengkapnya

Thursday, March 9, 2017

Mengenai Mbah Ghozaly bin Lanah, Pendiri Pesantren Sarang



KH Ghozaly bin Lanah lahir di Madura tahun 1184 H atau sekitar 1770 M. Masa kecil beliau lebih akrab dipanggil Saliyo. Pada masa remajanya beliau nyantri di pesantren Dukuh Belitung Desa Kalipang Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, yang diasuh oleh Kiai Mursyidin.

Pada suatu hari datanglah seorang santri dari Pesantren Makam Agung Tuban yang beranama Jawahir, ia adalah santri Kiai Ma'ruf yang hendak pulang, namun singgah di Belitung, dan santri tersebut menginap di kamar Saliyo. Menurut literatur sejarah yang ada, Jawahir adalah seorang santri yang mahir dalam bidang ilmu fiqih. Pada saat itu mereka berdiskusi tentang ilmu fiqih dan nahwu, sebelum berdiskusi mereka telah berkonsensus, siapa yang kalah akan mengaji kepada si pemenang. Dalam diskusi tersebut akhirnya tidak ada yang menang atau yang kalah. Maka dengan keputusan mereka bersama, akhirnya mereka sepakat bertukar tempat, Saliyo menimba ilmu di Makam Agung Tuban dan Jawahir di Belitung.

Setelah sekian lama Saliyo menimba ilmu di Makam Agung bersama Kiai Ma'ruf, akhirnya sang kiai mengevaluasi para santrinya dengan pertanyaan mengenai ilmu nahwu. Sebelum melontarkan pertanyaan kepada santrinya, Kiai Ma'ruf berjanji kalau ada yang bisa menjawab, akan dijadikan saudara iparnya.

Setelah pertanyaan tersebut dilontarkan oleh sang kiai, keadaan berubah menjadi hening karena tidak ada satu pun santri yang menyahut untuk menjawabnya. Akhirnya ada salah seorang santri yang berkata: "Nyuwun sewu, Yai, wonten santri ingkang saget jawab, asmanipun Saliyo ingkang dipun laqobi Tumpul (Maaf, Yai, ada santri yang bisa menjawab, namanya Saliyo atau yang dijuluki Tumpul, red).”

Karena pertanyaan Kiai Ma’ruf merupakan bidang ilmu keahlian Saliyo, maka tidak menjadi hal yang sulit untuk menjawabnya. Akhirnya kiai menepati janjinya dan mengangkat Saliyo menjadi saudara iparnya, dijodohkan dengan Pinang (putri dari KH Muchdlor Sidoarjo). Tidak ada kuasa untuk Saliyo menolak kehendak dari sang kiai, sebagai santri yang selalu mengharap ridlo sang kiai. Di sisi lain, Saliyo berkesempatan untuk mendalami ilmu fiqih yang memang sebelumnya belum sempat untuk didalami. Hingga akhirnya Saliyo diizinkan pulang.

Setelah kembali ke Sarang, beberapa saat kemudian beliau mendapatkan tanah wakaf dari seorang dermawan (ayah Kiai Muhsin Sarang). Kemudian beliau mendirikan pondok dan masjid, yang sekarang dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren Ma'hadul Ilmi Asy-Syar'ie (MIS).

Beberapa tahun kemudian kira-kira pada abad 12 H, beliau pergi ke Tanah Suci dengan mengarungi samudra yang menghabiskan waktu 7 bulan lamanya. Sesampainya di Tanah Suci ternyata para jamaah haji telah melakukan wuquf di Arafah, sehingga ia pun harus menunggu waktu 1 tahun lamanya untuk menunaikan ibadah haji kembali. Kesempatan itu tidak disia-siakannya, Saliyo gunakan untuk menuntut ilmu kepada para ulama di Makkah. Sampai akhirnya beliau mampu menulis kitab "Tafsir Jajalain" yang kini masih tersimpan rapi di Pondok Pesantren MIS Sarang. Sebagai tafa'ul, sekembalinya beliau dari tanah suci berganti nama menjadi Ghozaly.

Perkembangan Pondok Sarang

Meski Kiai Ghozaly telah tiada, bukan berarti pondok pesantren itu tutup. Perjuangan Kiai Ghozaly diteruskan oleh menantunya yang bernama KH Umar bin Harun. Sejak itu, nama Pondok Pesantren Sarang semakin dikenal oleh banyak orang baik masyarakat lokal maupun luar daerah.

Pada saat pondok pesantren berkembang, Kiai Umar tak lagi sanggup meneruskan perjuangan orang tuanya karena sakit. Kemudian beliau meninggal pada 1890. Setelah pergantian kepemimpinan, kendali pesantren dipegang oleh KH Fathurrohman (putra KH Ghozaly) hingga 1962.

Selanjutnya, pimpinan pesantren berikutnya adalah KH Syu'aib yang dibantu oleh dua putranya, KH Achmad dan KH Imam Kholil.

Setelah Kiai Syu'aib meninggal, Pondok Pesantren Sarang itu dibagi menjadi dua, yaitu Pondok Pesantren Ma'had Ilmisy Syar'i (MIS) yang diasuh oleh KH Imam Kholil dan Pondok Pesantren Ma'hadul Ulumisy Syar'iyyah (MUS) yang diasuh oleh KH Achmad dan KH Zuibair Dahlan. Generasi pimpinan berikutnya adalah KH Abdurrochim.

Sumber : NU.OR.ID 

Baca selengkapnya

Wednesday, September 14, 2016

ROAN=IJAZAH PADANG ATI

Sebuah tradisi yang sangat melekat dalam masyarakat pesantren, tradisi yang saat ini mungkin sebagian pesantren masih melanggengkannya, yaitu Roan atau kerja bakti membersihkan lingkungan pesantren.
Kegiatan yang entah kapan mulai dikenal ini, mungkin berpuluh atau berabad tahun yang lalu. Sudah sangat kental dalam dunia pesantren. Bahu membahu untuk menjadikan tempat tinggal belajar mereka terasa nyaman untuk di singgahi.
Dalam perkembangannya sampai saat ini, apakah kegiatan ini masih berjalan dengan penuh keikhlasan dari para pelakunya, demi pengabdiannya terhadap pesantren?
Ah, mungkin hal itu hanya di ketahui mereka yang hatinya mau meresapi tanpa kekolotan otak.

Baca selengkapnya

HARUS BELAJAR, BELAJAR DAN BELAJAR!

 Oleh: Fuad Lathif
Salah satu pelajaran paling berharga yang dapat kita saksikan dalam dunia kesuksesan adalah semut. Ia tak henti-hentinya mencoba dan mencoba lagi tanpa kenal lelah dan bosan sebelum ia mencapai pada tujuannya.
Ketika merayap menaiki sebuah pohon lalu terjatuh, ia akan bangkit dan naik lagi. Ketika jatuh lagi, ia akan mengulanginya kembali. Begitu seterusnya sampai akhirnya berhasil mencapai puncak pohon dan mendapatkan apa yang ia inginkan. Hal itu dilakukannya tanpa merasa lelah dan bosan. Apabila jalan yang dilaluinya terhalang sesuatu, ia akan berbelok ke kanan atau ke kiri. Apabila pohon atau benda yang akan dinaikinya terasa sulit, ia akan mundur sejenak untuk mengatur strategi dan mengumpulkan tenaga yang lebih kuat daripada sebelumnya, lalu mencoba naik kembali.

Baca selengkapnya

Thursday, December 4, 2014

MENULIS, MENJADIKAN AWET MUDA

Dalam tak kesengajaan saya, saat saya ikut pengajian diniyah di pesantren. Ada salah seorang guru kelas lain menerangkan dengan suara keras. Begini keterangan yang di ucapkan, "ilmu adalah amanat", selang beberapa detik ada keterangan lagi yang tak sengaja masuk ke telinga saya, ilmu agar ndak hilang ya diamalkan.

Dalam tak kesengajaan saya lagi, pikiran ini berpikir tanpa kemudi. Ternyata ilmu adalah amanat. Dan yang saya ketahui, kalau kita diamanati sesuatu harus disampaikan.

Kita yang menempuh pendidikan. Baik itu di pesantren, sekolah, perkuliahan ataupun yang lain. Pernahkah kita melakukan sesuatu yang membuat ilmu kita tersalurkan kepada orang lain? Saya tak mau menebak sembarangan. Diri sendiri yang mengetahuinya, dan tentunya Allah Subhanahu Wata'la.

Dalam wacana yang pernah saya ketahui, bahwa menulis merupakan salah satu dari penyaluran ilmu. Dan kalau kita menulis dengan niat menyalurkan ilmu, maka akan banyak orang yang mendapatkan ilmu dari yang kita tulis. Andai saja banyak orang yang dapat dan mau menulis, dalam hal ini adalah menulis dari buah pikiran, bukan menulis yang dianggap seperti anak TK. Mungkin kesemuanya itu sudah banyak yang berilmu. Tapi hal ini bukanlah ukuran yang pasti.

Kalau kita mau menengok ke 'ulama salaf. Banyak dari mereka yang membuahkan karya. Tak hanya karya biasa, tapi karya yang sangat bermanfaat hingga berabad tahun selanjutnya. Itu semua karena mereka berilmu dan mau menyalurkan.

Banyak cuplikan ataupun ucapan senior saya tentang tulis menulis. Bagi yang ingin kaya, maka menulislah, maka anda akan menjadi kaya. Kaya disini bisa dikategorikan sebaai kaya secara materi atau kaya hati. Karena seperti kutipan dari penulis Amerika, entah siapa namanya, saya lupa, menulis bisa membuat awet muda. Oleh karena itu, tulis apa yang kau pikirkan, dan lakukan apa yang kau tulis. Salam sukses.

*) Pernah dimuat buletin Alfannan PP. MUS-YQ Kudus edisi XII / Rajab 1433 H.

Baca selengkapnya

Thursday, October 25, 2012

PESANTREN ITU PENDIDIKAN MULTITALENTA


Pernahkah kita memikirkan santri dalam sejenak?
            Jawabannya ada pada individu masing-masing. Saya tak mau menebak pendapat seseorang. Karena manusia memiliki pikiran dan hawa nafsu.
            Santri merupakan sebuah ungkapan yang diberikan untuk seseorang yang belajar ilmu agama di pesantren. Dan hal ini tak asing bagi sebagian warga Indonesia yang mayoritas beragama Islam, khusunya daerah kudus dan sekitarnya. Santri pun tak pernah hengkang dari berjalannya sejarah. Karena santri sudah muncul sebelum Indonesia merdeka, yaitu pada masa Walisongo.
            Pesantren, tempat santri belajar, pertama kali didirikan oleh sunan Ampel, bernama Ampel Denta. Lembaga pendidikan inilah paling dahulu muncul dan mendidik masyarakat Indonesia. Itupun tak hanya dalam waktu sekejap, tetapi berpuluh tahun selanjutnya, bahkan sampai saat ini.
Haul: Salah kegiatan santri untuk mengingat para ulama' dan tokoh Islam
***
            Kembali pada pertanyaaan diatas, saya akan membuka sedikit tentang pikiran yang di kepala saya.
            Seiring dengan berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan. Pemikiran seseorang malah mengalami penurunan. Mereka hanya menggunakan rasio akal dan nafsu belaka. Akibatnya banyak orang menginginkan sesuatu serba instan dan dianggap ‘wah’.
Baca selengkapnya